Kamis, 27 September 2012

Hargai Kebersamaan Mulai Sekarang


Aku duduk di sofa ruang tamuku. Aku lihat adikku bermain dengan Playstation 2 yang sudah lama kami beli di Jakarta. Hanya ada kami berdua di ruang tamu yang besar ini. Terasa sangat sepi.
Kemudian aku menoleh ke kiri dan melihat foto nenekku yang tersenyum manis dengan batik indahnya itu. Ia sudah berpulang ke Rumah Bapa pada tahun 2009. Saat itu juga, hatiku mulai menangis, mengenang kebersamaan dan semua hal yang dulu kami jalani. Baik yang susah maupun yang senang.
“Kapan kita bisa bertemu lagi?”, tanyaku dalam hati. Ingin aku memeluknya lagi, bermain ke pantai bersamanya lagi dan tidur dan berdoa bersama lagi. Tapi sudah terlambat, kini ia sudah bersama TUHAN di Surga.
Jujur dulu aku sangatlah dekat dengan nenekku. Hampir setiap hari kami bermain bersama. Tak hanya itu, aku juga sempat beberapa kali kecewa dan sampai marah kepadanya, tapi aku ingat sekali, bahwa setiap kali aku marah, ia selalu tersenyum lebar kepadaku.
Ya, aku dulu sangat mengabaikan kenyataan bahwa kebersamaan itu selalu ada batasnya. Aku selalu berpikir bahwa kami bisa bersama-sama sampai akhirnya TUHAN datang untuk kedua kalinya.
Di suatu hari pada bulan Juli tahun 2009, waktu dimana TUHAN memanggil nenekku itu, aku mulai menyesal. Aku menangis dan menangis dan menangis tiada henti. Air mataku terus turun sampai-sampai mataku bengkak. Tapi semuanya sudah terlambat. Nenekku juga tak akan mendengar tangisanku dan tak akan bisa tahu isi hatiku lagi.
Aku sangat sedih pada waktu itu, sampai berbulan-bulan aku masih kadang-kadang menangis.
Sekarang, hanya tertinggal beberapa bagian dari badannya dan petinya yang terkubur jauh dibawah tanah, yang diatasnya ditutup oleh batu marmer yang terukirkan namanya yang menurutku selalu harum.
Sampai hari ini aku bila sesekali teringat ketidak-sabaranku, aku jadi malu dan bertekad tidak akan pernah mengulangnya lagi. Teladan nenekku yang tersenyum tandanya memaafkanku waktu itu akan aku jadikan contoh, untuk mudah memaafkan kesalahan orang lain.
Menurutku, TUHAN memberikan pelajaran yang sangat mahal dan tak terlupakan dari kejadian kepergian nenekku itu – untuk aku lebih menghargai kebersamaan yang pasti ada batasnya. Kini aku mulai belajar untuk saling membantu dan saling menghargai satu sama lain, terutama kepada orang yang aku paling sayangi.
Aku tidak mau kejadian yang aku alami dulu itu terjadi juga kepada semua yang membaca artikel ini. Jadi, mari hargai waktu dan kebersamaan dengan orang-orang yang kita kasihi….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar