Aku duduk di sofa ruang tamuku. Aku lihat adikku bermain
dengan Playstation 2 yang sudah lama kami beli di Jakarta. Hanya ada kami
berdua di ruang tamu yang besar ini. Terasa sangat sepi.
Kemudian aku menoleh ke kiri dan melihat foto nenekku yang
tersenyum manis dengan batik indahnya itu. Ia sudah berpulang ke Rumah Bapa
pada tahun 2009. Saat itu juga, hatiku mulai menangis, mengenang kebersamaan
dan semua hal yang dulu kami jalani. Baik yang susah maupun yang senang.
“Kapan kita bisa bertemu lagi?”, tanyaku dalam hati. Ingin
aku memeluknya lagi, bermain ke pantai bersamanya lagi dan tidur dan berdoa bersama
lagi. Tapi sudah terlambat, kini ia sudah bersama TUHAN di Surga.
Jujur dulu aku sangatlah dekat dengan nenekku. Hampir setiap
hari kami bermain bersama. Tak hanya itu, aku juga sempat beberapa kali kecewa
dan sampai marah kepadanya, tapi aku ingat sekali, bahwa setiap kali aku marah,
ia selalu tersenyum lebar kepadaku.
Ya, aku dulu sangat mengabaikan kenyataan bahwa kebersamaan
itu selalu ada batasnya. Aku selalu berpikir bahwa kami bisa bersama-sama
sampai akhirnya TUHAN datang untuk kedua kalinya.
Di suatu hari pada bulan Juli tahun 2009, waktu dimana TUHAN
memanggil nenekku itu, aku mulai menyesal. Aku menangis dan menangis dan
menangis tiada henti. Air mataku terus turun sampai-sampai mataku bengkak. Tapi
semuanya sudah terlambat. Nenekku juga tak akan mendengar tangisanku dan tak
akan bisa tahu isi hatiku lagi.
Aku sangat sedih pada waktu itu, sampai berbulan-bulan aku
masih kadang-kadang menangis.
Sekarang, hanya tertinggal beberapa bagian dari badannya dan
petinya yang terkubur jauh dibawah tanah, yang diatasnya ditutup oleh batu
marmer yang terukirkan namanya yang menurutku selalu harum.
Sampai hari ini aku bila sesekali teringat ketidak-sabaranku,
aku jadi malu dan bertekad tidak akan pernah mengulangnya lagi. Teladan nenekku
yang tersenyum tandanya memaafkanku waktu itu akan aku jadikan contoh, untuk
mudah memaafkan kesalahan orang lain.
Menurutku, TUHAN memberikan pelajaran yang sangat mahal dan
tak terlupakan dari kejadian kepergian nenekku itu – untuk aku lebih menghargai
kebersamaan yang pasti ada batasnya. Kini aku mulai belajar untuk saling
membantu dan saling menghargai satu sama lain, terutama kepada orang yang aku
paling sayangi.
Aku tidak mau kejadian yang aku alami dulu itu terjadi juga kepada
semua yang membaca artikel ini. Jadi, mari hargai waktu dan kebersamaan dengan orang-orang
yang kita kasihi….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar