“Miss, test nya susah ga?”, aku
bertanya kepada guru matematikaku tadi pagi. “Asal kamu belajar, kamu pasti
bisa”, jawabnya.
Jantungku
terasa berdebar-debar. Aku mulai gugup di dalam, tapi aku terus coba untuk
tidak terlihat gugup di depan 2 temanku itu. “Siap?”, tanya guru matematikaku.
Jantungku tambah berdebar, bahkan lebih keras. Tapi apa boleh buat? Harus aku
terima ulangan itu.
“Nih..”,
ujar guruku sembari ia membagikan kertas ulangan itu kepada kami. Tulisan
“TEST” di bagian atas itu sangat menggangguku. Membuatku tambah gugup. Aku
takut aku akan dapat nilai yang kurang memuaskan.
Soal
pertama selesai, kemudian soal kedua menyusul dan yang ketiga, keempat dan
seterusnya mengikuti. “Tambah lama, kok tambah susah ya soalnya?”, tanyaku
dalam hati. Aku menoleh keatas untuk melihat jam dan terkejut. “Miss, kok dah
jam segitu!”, aku bertanya kepada guruku dengan nada kaget. Guruku hanya
membalas dengan satu senyuman lebar.
Kemudian
aku mulai berdoa, berharap bahwa Tuhan dapat memberikan aku waktu lebih, kemampuan
untuk menghitung dan menulis dengan cepat.
Aku
ngebut. Pokoknya hitung aja dan jawab, mengabaikan jam yang terus mengeluarkan
suara “tik tok tik tok” diatasku. “Bisa ga ya, selesai tepat waktu?”, aku terus
bertanya kepada diriku sendiri.
Pada
satu saat, tanganku terasa sangat capek. Aku berhenti sebentar dan menoleh
sekali lagi kearah jam di atasku. Dengan hanya satu pandangan, aku seperti
terkena serangan jantung. Waktuku untuk menyelesaikan ulangan itu tinggal lima
menit saja. Bagaimana caranya untuk bisa selesai tepat waktu? Aku masih punya
beberapa soal lagi yang belum dikerjakan.
Setelah
mengetahui bahwa waktuku hanya tinggal beberapa menit, aku janji kepada diriku
sendiri untuk tidak melihat jam lagi sampai ulanganku selesai. Pada saat ini,
aku hanya bisa berdoa dan melihat mukjizat yang Tuhan dapat berikan padaku.
Tanpa
berpikir apa-apa lagi, aku langsung berdoa panjang sambil mengerjakan soal-soal
itu satu persatu. “Tuhan, semoga aku bisa selesaiin soal-soal ini tepat waktu
dan bisa mendapat nilai yang bagus”, aku terus mengulangi kalimat itu.
Saat
tanganku sedang menulis angka-angka dan huruf-huruf yang rumit itu dengan
sangat cepat, terdengar bunyi lonceng tanda waktu istirahat yang sangat keras.
“Aduh! Masih ada enam soal lagi!”, aku berteriak di dalam hati. “Gapapa,
selesain dulu aja”, kata guruku. Hatiku terasa sangat hangat setelah mendengar
perkataan itu.
Aku
tetap menulis sampai aku melihat guru history -- kelas setelah matematika -- datang membawa
tas hitamnya. “Udah ya”, kata guru matematikaku yang ramah itu. Pada saat
itulah aku berhenti menulis dan mulai memanjatkan doa terakhirku. Aku berdoa
supaya aku bisa mendapat nilai yang bagus.
Kuambil
kertas kerja ku, merapikannya dan mengumpulkannya kepada guruku. Hatiku pada
saat itu berkata, “Sudah, kalo misalnya nilainya jelek, tinggal ambil remedy”. Aku menyingkirkan kalimat itu
dengan segera, berharap bahwa Tuhan bisa memberikanku nilai yang bagus.
Aku
masih memikirkan nilaiku sampai jam istirahat kedua. Tetapi selalu ada suara
yang sangat kecil ini di hatiku yang selalu berbisik, “Jangan cemas, dan jangan
ragukan, pasti Dia akan beri yang terbaik”. Aku ikuti saja apa yang hatiku
berkata.
“Bang!
Nilainya bagus!”, teriak temanku dari samping. “Nilai apa?”, tanyaku sambil
menggaruk kepala. “Math!”, dia jawab balik. “Serius!”.
Terdengar
suara nyanyian Puji Syukur yang sangat keras di dalam hatiku, sampai-sampai
seperti ada acara ulang tahun di situ. Aku bangkit berdiri dan merasa sangat
senang. Aku tak percaya, mukjizatNya benar-benar terjadi! Aku sangat
berterima-kasih kepada Tuhan. Dia telah memberikanku Yang Terbaik….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar