“Papi, aku ingin kalung emas itu! Stock barang nya tinggal
satu! Ayo papi, kita beli kalung emas itu!”, jari mungil Angela menunjuk kepada
seuntai kalung emas yang dijual di dalam toko perhiasaan. “Yang mana sih nak?
Papa tidak tahu kalungnya yang mana”, ayahnya berusaha untuk berpura-pura tidak
melihat kalung emas yang tergantung sangat jelas di toko itu. Berpura-pura supaya
Angela tidak membelinya. “Papi, yang di depan mata papi itu! Aku ingin
memilikinya, please!”, Angela memberontak. “Apa boleh buat?”, pikir ayahnya
yang masih membayangkan harga kalung emas itu.
“Ok lah, ayo kita masuk”, suara laki-laki itu menjadi berat.
Angela terlihat sangat senang.
Tetapi, saat mereka baru saja ingin membuka pintu toko itu,
seorang wanita tua, dengan baju yang terlihat megah dan tas merah yang
menggiurkan para ibu-ibu menyerobot masuk dan mengambil kalung emas itu. Wanita
tua itu sempat melihat Angela dan ayahnya menatapi kalung emas itu, tapi tak
tahu mengapa, ia menyerobot.
“Saya mau beli yang ini ya pak”, ia berkata dengan suaranya
yang lembut. “Harganya enam juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah”,
pria yang menjaga kasir itu berkata kepadanya. Ia menyerahkan kartu nya dan
menandatangani nota. Lalu ia membawa kalung emas itu pergi.
Angela membuka mulutnya sangat lebar, melihati wanita tua
itu pergi begitu saja. Wajah senangnya dengan sekejap berubah menjadi wajah
yang sangat jelek sehingga orang yang melihatnya dapat berpikir ia baru saja di
disiplin oleh orang tuanya.
Ayahnya kebingungan. Apa yang harus ia bicarakan kepada
anaknya yang bernasib malang tersebut, mengetahui bahwa kalung emas yang wanita
tua tadi beli, adalah barang terakhir. “Su… Sudah lah nak, masih ada banyak
kalung emas yang dapat kita cari”, ia berkata dengan gagap.
Angela mengubur mukanya dengan kedua tangannya dan berkata, “Ayo
pap, kita pulang”. Ayahnya dengan segera mengambil tangan anaknya dan
menggandengnya.
Mobil mereka diparkirkan di tempat parkir yang jauh. Kaki
mereka harus menderita untuk sementara waktu.
Beberapa saat setelah itu, wanita tua yang membeli kalung
emas tadi muncul kembali. Ia rupanya baru saja membeli tas dari toko lain. “Papi,
itu wanita tua tadi! Ia yang mengambil kalung emas ku!!”, Angela berbisik
kepada ayahnya. Pria itu hanyalah mengangguk.
Angela sangatlah marah kepada wanita itu. Ia terus menatapi
tas plastik yang berisi kalung emas itu.
Tiba-tiba, saat mereka sedang berjalan, mereka mendengar
suara ring tone handphone yang berasal dari tas merah wanita itu. Ia terlihat
sangat sibuk mencari handphonenya sampai-sampai, selembar uang kertas dengan
nilai $1000 terjatuh dari tas megahnya itu.
“Oh, uangku!”, ia berteriak. Angela segera mengambil uang
yang terjatuh tepat di depan sepatunya itu. “Ini bu”, ia memberikan selembar uang itu. “Aduh nak! Terima kasih! Ini uang yang paling berharga bagi saya”, ia
berkata kepada Angela dan ayahnya. Wanita itu mengambil selembar kertas putih
polos dan menuliskan alamat rumahnya disitu. Dengan suaranya yang sangat indah,
ia berkata, “Ini alamatku, kapan-kapan, datang kesini dan makanlah bersamaku.
Aku akan menunggu kalian disini”.
Angela tersenyum sambil melirik kearah tas plastik yang
berisi kalung emas itu. Wanita itu mengetahui apa yang Angela tatapi. “Oh, ini?
Saya tebak, kamu sangat menginginkan kalung emas ini”, ia berkata sambil
mengambil tas plastik itu. “Ambil ini, sebagai tanda terima kasih ku kepadamu karena
telah mengembalikan uangku. Jangan malu-malu, ambil saja”, ia memberikan kalung
emas itu. Angela menerimanya dengan pipi merah. “Terima-kasih bu! Terima-kasih!”.
Terdengar suara mesin mobil dari arah kanan. Sebuah mobil limo
berhenti tepat di sebelah wanita itu. Ia tersenyum kepada Angela dan masuk ke dalam mobil itu dengan barang belanjaannya. Tak lama setelah itu, mobil limo
putih itu berjalan meninggalkan mereka.
“Papi, apa yang kau tunggu? Ayo kita pulang”, Angela berkata
dengan senyuman terbaiknya..