Hari ini aku berenang
bersama teman-teman sekolahku. Hampir semua murid hadir, tetapi menurutku teman
paling penting diantara semua temanku adalah Dave, karena ia adalah murid yang baru
menempati kelas kami selama kurang lebih 2 bulan. Tak hanya itu, ia sekarang
juga sudah tergolong “teman baikku”.
Tetapi,
teman baik pun juga bisa saling bermarah-marahan bukan? Ya, tadi pada saat kami
berenang, aku merasa sangat benci kepadanya. Aku mengabaikannya. Dapat
dikatakan tadi aku marah ‘tingkat dewa’. Mengapa? Karena menurutku, dia seperti
tidak menghargaiku lagi sebagai temannya.
Pada
saat itulah, tak tau mengapa, tiba-tiba aku diingatkan kepada saat-saat sebelum
Dave masuk ke sekolah kami.
Aku dan Kak Debra sudah menunggu
selama kurang lebih satu semester untuk mempunyai teman baru. Kami berdua sudah
bosan untuk duduk di kelas hanya berdua saja. Kadang, jika salah satu dari kami
sedang tak dapat hadir, pasti kelas kami akan di juluki “private class”.
Akhirnya, setelah melalui semua
kebosanan itu, Tuhan memberikan kami seorang anak laki-laki, yang sama umurnya
dengan aku, untuk menjadi teman kami. Sosok teman inilah yang kukenal sebagai
Dave Putra.
“Hargailah temanmu itu, kamu tak
akan tahu kapan lagi kamu bisa mempunyai teman seperti itu”, kalimat itu
melintas di kepalaku. Pada saat itu juga aku menyesal. Seharusnya, aku
memaafkannya. Tetapi mengapa tidak? Itulah kelemahanku. Pada saat orang
menyakitiku, aku tidaklah gampang memaafkannya.
Saat ini, aku membuat komitmen
terbesar di dalam hidupku. Untuk memaafkan orang-orang yang menyakitiku dan
meminta maaf jika aku bersalah kepada mereka. Ya, itulah komitmenku. Sekarang
juga, aku memaafkan Dave, teman baikku itu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar